TANGERANG – Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang melalui Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) terus mengupayakan berbagai kebudayaan di Kota Tangerang menjadi daya tarik wisata. Salah satunya adalah Gotong Toapekong yang berlangsung, Sabtu, (21/09).
Prosesi 12 tahunan Gotong Toapekong berjalan dengan meriah. Di tahun ini, dalam Gotong Toapekong terdapat 37 barisan peserta yang mengikuti parade. Mulai dari anak-anak hingga dewasa dengan semangat mengikuti arak-arakan.
Kepala Disbudpar Kota Tangerang Rizal Ridolloh menuturkan, Gotong Toapekong kali ini tepat satu bulan setelah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Budaya Tak Benda (WBTB). Ia juga menyatakan bahwa Pemkot Tangerang secara bertahap akan terus melakukan berbagai upaya agar budaya di Kota Tangerang dapat menjadi daya tarik wisata.
“Insya Allah bulan depan sertifikat WBTB Gotong Toapekong akan dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat Republik Indonesia. Acara juga berlangsung sangat tertib dan lancar. Ini juga sebagai daya tarik wisata karena hampir 75 ribu masyarakat melihat acara Gotong Toapekong,” ungkap Rizal.
Menurutnya, Pemkot Tangerang secara bertahap akan terus menggali berbagai budaya ataupun situs sejarah. Pemkot juga terbuka untuk menerima masukan dari masyarakat Kota Tangerang tentang apa saja yang dapat diajukan menjadi WBTB ataupun cagar budaya.
“Jika masyarakat memiliki informasi atau masukan, kami sangat terbuka menerimanya. Sebab ini adalah usaha kami bersama melestarikan budaya Kota Tangerang. Secara bertahap kami upayakan budaya-budaya ini menjadi daya tarik wisata,” lanjutnya.
Ia berharap, masyarakat Kota Tangerang dapat menjaga dan melestarikan berbagai budaya dan situs sejarah. Sehingga, dapat dinikmati dan diteruskan oleh generasi selanjutnya.
“Apa yang ada di Kota Tangerang adalah milik masyarakat Kota Tangerang. Saya berharap, seluruh aktivitas budaya, situs atau cagar budayanya menjadi kekayaan budaya di Kota Tangerang. Maka, harus kita jaga dan terus disampaikan kepada generasi muda selanjutnya agar menjadi kebanggaan dan dapat terus lestari,” harapnya.
Sementara itu Ketua Perkumpulan Boen Tek Bio, Ruby Santamoko mengatakan, 37 barisan parade melibatkan seluruh komunitas dan komponen masyarakat. Selain itu, dalam parade juga ada tokoh-tokoh agama hingga lintas agama sebagai wujud toleransi bersama.
“Sesuai dengan tema kami yaitu Moderasi dan Kolaborasi sebagai Wujud Visi Kerukunan Bangsa yang Harmonis, maka tidak hanya warga Klenteng Boen Tek Bio saja yang terlibat. Kami libatkan seluruh komunitas dan komponen masyarakat sebagai bukti bahwa masyarakat Kota Tangerang sangat toleransi satu sama lain,” tutur Ruby.
Dalam rombongan tersebut terdiri dari berbagai macam komponen masyarakat. Pada barisan pertama, rombongan pembawa spanduk Boen Tek Bio, disusul anggota Paskibra yang membawa bendera Merah Putih, lalu pembawa Panji Boen Tek Bio.
Barisan empat hadir Marching Band PPI Curug, lalu parade Bhinneka Tunggal Ika dan pakaian daerah, dilanjut tokoh-tokoh lintas agama, Pramuka Tionghoa, marawis rebana dan hadroh, parade Hidup Panggilan Katolik, serta Marching Band Boen Tek Bio.
Ada juga rombongan gebogan, para penari tari pendet dan tari cendrawasih, tari rangda, hanoman dan pasukan kera, gamelan baleganjur, pecalang, angklung.
Lalu, parade utama terdapat liongsai pembuka jalan, figur dewa dewi, plang nama dan senjata pusaka, barisan berkuda, penabur bunga, Joli YMS Kwan Seng Tae Kun, Joli YMS Kwan Im Hud Couw, Joli YMS Kha Lam Ya, dan liongsai penutup jalan.
Dilanjutkan dengan replika perahu naga, pencak silat THS TNM, gendang baleq, pencak silat kera sakti, ondel-ondel, pencak silat dan wushu, pat im dan tehyan, dan pada barisan akhir ada Reog Ponorogo, kilinsay, barongsai dan liongsai.
Salah seorang pengunjung bernama Claudia mengatakan, ia datang untuk melihat parade Gotong Toapekong sejak pukul 5 pagi. Ia bersama suaminya ingin melihat dan merasakan atmosfer Gotong Toapekong secara langsung.
“Ini momen yang sangat langka, karena kita harus menunggu 12 tahun lagi kalau ingin menyaksikan langsung. Belum tentu kita masih hidup dan sungguh meriah acaranya. Di sini juga semua rela datang pagi-pagi dan bisa melakukan penghormatan (pai) bersama-sama dalam parade,” kata Claudia.
Warga lainnya, Hengki yang datang dari Sepatan, Kabupaten Tangerang bersama anaknya juga mengatakan hal yang sama. Ia juga terharu melihat bagaimana tidak hanya masyarakat tionghoa saja yang hadir melainkan umat agama lainnya.
“Tadi saya lihat banyak umat agama lain yang hadir untuk menyaksikan Gotong Toapekong dan di parade juga ada dari umat Hindu, umat Katolik dan lainnya. Sangat terharu, dan jadi bukti kita bisa dan mudah-mudahan dapat terus bergandengan tangan,” tutupnya.
Sebagai informasi, Gotong Toapekong dilaksanakan selama 12 tahun sekali dan akan kembali digelar pada tahun 2036. (***)