JAKARTA (BT) – Wacana penghapusan ujian nasional kini terus menjadi sorotan publik. Berbagai pihak menanggapi soal kebijakan yang bakal diberlakukan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI pada 2021 mendatang.
Seperti diketahui, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menilai secara prinsip bahwa wacana penghapusan ujian nasional tak bisa dipandang satu sisi. Ia juga menegaskan agar masyarakat tidak menelan mentah-mentah perihal penghapusan UN tersebut.
Pengamat Komunikasi Politik, Emrus Sihombing menanggapi soal kebijakan tersebut. Menurut Emrus, terkait perubahan kebijakan kerap terjadi seiring pergantian jabatan menteri di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) khususnya. Menteri-menteri sebelumnya pun dikatakan Emrus pernah melakukan hal serupa.
“Penghapusan ujian negara atau UN sering kali memang kita melihat bahwa ganti menteri, lalu ganti kebijakan. Saya kira acap kali terdengar dan dilakukan oleh temen temen menteri sebelumnya dan kemudian Menteri Pendidikan kita yang sekarang Makarim,” terang Emrus, melalui keterangan tertulis, Minggu (15/12/2019).
Nampaknya Mendikbud Makarim juga akan menghapus UN tersebut. Artinya, lanjut Emrus, ada kebijakan menteri satu dengan menteri yang lain itu sama. Oleh karena itu tidak salah kalau ada pandangan yang mengatakan ganti menteri ganti kebijakan.
“Kita acap kali berbicara pada level hilir tetapi kita tidak pernah membahas atau mendiskusikan di hulunya. Artinya apakah memang sudah waktunya kita menghapus UN tersebut? Dengan kondisi pendidikan kita sekarang ini,” ucapnya.
Lanjut Emrus, katakanlah pengelolaan pendidikan di seluruh indonesia sudah memiliki standar kualitas yang sama mulai dari gurunya, kemudian proses belajar di tiap sekolahnya pun sama mulai dari tingkat yang lebih rendah sampai kepada tingkat yang lebih tinggi. Maka penghapusan itu sebaiknya dibatalkan saja.
“Karena kalau itu tetap dilakukan Mendikbud dengan kondisi standar kualitas pendidikan di Indonesia yang sudah merata, maka saya yakin akan timbul masalah baru bagi dunia pendidikan di Indonesia,” imbuhnya. (Hmi)