Kasus Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di Kota Tangerang Meningkat

    Foto ilustrasi (ist)

    TANGERANG – Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Tangerang meningkat. Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Tangerang mencatat sebanyak 145 kasus sejak Januari hingga Oktober 2022. Sementara per Januari – Oktober 2021 lalu tercatat sebanyak 100 kasus.

    Sekretaris P2TP2A Kota Tangerang Titto Chairil Yustiadi menerangkan, berdasarkan laporan tercatat sebanyak 145 kasus sepanjang Januari hingga Oktober 2022. Saat ini pihaknya pun tengah melakukan pendampingan terhadap korban maupun pelaku kekerasan anak dalam insiden tawuran yang terjadi baru baru ini.

    “Untuk kasus kasus kekerasan dalam hal ini adalah tawuran jadi di TP2A ini baik korban maupun pelaku pasti kita dampingi. Jadi Pemkot Tangerang tidak menutup mata atas kasus kasus itu,” ungkap Titto, Rabu (25/10/2022).

    “Kita terus sinergi sama unit PPA terutama di Polres, jadi selalu tektokan kalo ada kasus tawuran ngontak kita sebagai pendamping,” imbuhnya.

    Sejauh ini, aksi nyata yang dilakukan P2TP2A terhadap kasus kasus tersebut salah satunya dengan upaya preventif di 13 Kecamatan Kota Tangerang melalui program Perlindungan Terpadu Berbasis Masyarakat (PTBM).

    “Jadi lewat PTBM ini kita meminta bantuan masyarakat untuk hadir, kita kasih semacam simulasi mulai dari apabila ditemui kasus kekerasan hal pertama yang dilakukan apa, kemudian sampai pemahaman,” katanya.

    Adapun pendampingan yang dilakukan P2TP2A kepada pelaku yakni dengan melakukan pendampingan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kepolisian.

    “Seperti kasus tawuran, jadi selama proses BAP itu kita berikan konseling di sana, kita ajak psikolog juga ke sana biar tau secara kejiwaan harus seperti apa penanganannya terhadap siswa siswa yang punya karakter seperti ini,” tuturnya.

    Kemudian untuk kasus lain misalnya pemerkosaan menurut Titto lebih rumit penanganannya. Sebab butuh kehati hatian dan penanganan lebih intens agar korban tak mengalami traumatis.

    “Jadi kalo kasus pemerkosaan ini beda-beda penanganannya, tergantung psikologis korban. Biasanya penanganan jauh lebih pelan pelan dan intens. Berbeda dengan kasus seperti KDRT, kalo itu mungkin satu sampai dua kali konseling psikologis traumatisnya sudah bisa diredam. Kalo kasus kasus berat seperti pemerkosaan itu biasanya beberapa kali konseling,” pungkasnya. (Hmi)