![Media Siber](https://beritatangerang.id/wp-content/uploads/2020/02/Media-Siber-696x457.jpg)
JAKARTA – Migrasi besar-besaran dari physical space (bentuk fisik) ke cyber space tak bisa dibendung. Bahkan civil society khususnya media, dituntut pintar dan cermat dalam mengekspoiltasi wilayah baru tersebut.
Tak pelak, intensitas informasi yang disajikan, tentu tak melulu bersifat peristiwa sebagai cermin wajah baru, kelengkapan data menjadi refrensi yang mendekatkan pada ilmu pengetahuan.
Sepenggal uraian ini disampaikan Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh, dalam dialog dengan Wakil Ketua Dewan Penasehat Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) M Hatta Rajasa, dan jajaran pengurus SMSI Pusat yang berlangsung di Gedung 6, Jalan Darmawangsa Raya Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/2) malam.
”Lantas, siapa pun yang tidak mengeksplore ini (data, red) tentu akan tertinggal. Lalu apa golnya, tentu saja knowledge (Ilmu Pengetahuan). Mencerdaskan kehidupan bangsa,” ucap Nuh, yang juga mantan Menteri Komunikasi dan Informatika ini.
Pola data informasi dan sistem, sambung pria jebolan S1 Teknik Elektro ITS pada 1983 itu, tentu akan terus terbarukan. Sehingga nantinya akan ada basis data yang secara jelas dapat diolah menjadi informasi.
”Maka pendekatannya knowledge. Ini ada perkembangan society. Lalu dijajarkan pada imaginer. Dibawahnya ada basis, hasilnya fisik. Nah ini menjadi kombinasi yang memanfaatkan big data dan bermanfaat,” papar pernah menjabat sebagai Menteri Pendidikan Nasional itu.
Bila awalnya media hanya mengangkat berita atau peristiwa, sekarang ini jauh lebih mendalam. ”Di depan itu misalnya, ada peristiwa tabrakan. Dulu ya ditulisnya peristiwa. Tapi saat ini, semua dikombinasi,” jelas Nur.
Mengapa sampai ada peristiwa tabrakan itu, bagaimana kondisi jalannya, dan masih banyak lagi lainnya yang secara jelas menuangkan data. “Ini yang dinamakan pendekatan knowledge. Seperti saya sebutkan di awal, pentingnya mengekplorasi sebuah data,” terang pria kelahiran Surabaya ini.
Ekspoitasi data dan pentingnya kreativitas, tentu akan melahirkan jurnalis-jurnalis yang kritis. Apa yang dipaparkan dalam pemberitaan, dipahami secara konstruktif.
”Jangan asal kritik. Saya dulu sering sekali dikritik, tapi saya paham kalua ini bagian dari alam yang ada. Tapi sekarang kok rasanya menghilang ya. Orang-orang yang mengkritisi saya itu, kemana mereka,” sindir Nuh.
Secara gambling, Nuh menyambut baik, program prioritas SMSI yang saat ini sedang pada proses tahap akhir menjadi konstituen Dewan Pers.
”Dewan pers sangat menyambut baik apa yang menjadi harapan besar SMSI. Tahapan pun terus berjalan. Kalau ada yang tertinggal dalam proses faktual, pemenuhan syaratnya harus bolak-balik dan menunggu. Maknai saja ini sebagai bagian dari proses itu,” ucap Nuh.
Hal senada diutarakan Hatta Rajasa. Ia memberikan pemaparan tentang media siber dan tantangan SDGs (Sustainable Development Goals) atau tujuan pembangunan berkelanjutan yang memiliki agenda utama mengurangi kemiskinan dunia.
”Bapak Susilo Bambang yudhoyono (SBY) merupakan sosok pencetus ini (SDGs, Red),” ujar Hatta, mengawali perbincangannya. SDGs merupakan sebuah program yang telah dikukuhkan pada Mei 2013 lalu.
SBY saat itu bersama dengan Perdana Menteri Inggris Raya David Cameron dan Presiden Liberia Ellen Johson-Sirleaf serta Wakil Sekretaris Jenderal PBB Jan Eliasson, bertindak selaku moderator.
”Tiga pemimpin bersama High Level Panel of Eminent Persons membahasnya. Dari Sustainable Development Agenda, tujuannya mengurangi secara signifikan kemiskinan,” urai Hatta.
Tujuannya adalah meningkatkan taraf hidup bangsa-bangsa di dunia melalui cara melaksanakan pembangunan sustainable development. “Jadi yang namanya miskin, ya tuntas seperti misinya,” terang pria kelahiran Palembang ini.
Di dalam telekonferensi, sambung Hatta, para pemimpin bersama saling menyampaikan masukan dan pandangan masing-masing. Selanjutnya mereka diskusikan bersama. Dalam perjalanan diskusi pandangan Indonesia dengan Inggris dan Liberia memiliki banyak kesamaan.
”Poinnya diperlukan sumber daya yang tepat. Dorongan dan perhatian khusus. Tak terkecuali pada media yang bergerak pada sektor digitalisasi, siber,” ungkap Hatta.
Kalau boleh usul tambah Hatta, perlu diadakannya dana insentif untuk mendorong percepatan ini. Dan menurut data Bank Dunia, Indonesia masih diurutan 100 ke bawah dalam pemanfaatan tekhnologi yang berbasi big data. “Cukup jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga,” imbuhnya.
Namun dari deretan panjang yang dipaparkan mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia ini, ada harapan khususnya bagi kalangan milenial.
“Tapi jangan dibiarkan habitat manusia yang hidup di era digitalisasi modern, larut dalam sajian informasi yang tidak bermanfaat. Butuh kepedulian menyeluruh, sikap tegas dan upaya simultan agar kondisi yang terbangun selaras dengan apa yang diharapkan bangsa,” terangnya.
”Big data penting. Sajiannya pun penting. Dan di sini ada peran media untuk menyampaikannya. Jangan dibiarkan, tapi arahkan. Pemerintah juga harus sungguh-sungguh menciptakan keselarasan ini. Informasi yang baik, adalah informasi yang bermanfaat bagi anak-anak bangsa,” terangnya.
Di penghujung dialog yang dibarengi tanya jawab, Hatta mencermati dunia start-up. Setiap tahun bahkan setiap bulan, banyak start-up baru bermunculan. Sekarang ini saja, setidaknya terdapat lebih dari 1500 start-up lokal. Ini menurut Daily Social.
Artinya, potensi pengguna internet di Indonesia yang semakin meningkat dari tahun ke tahun juga menjadi katalis mendirikan sebuah startup. ”Anda tentu tahu, masyarakat dari kalangan bawah, menengah sampai atas memegang ponsel dengan berbagai merk.Begitu besar pengaruh yang ada di dalam ponsel itu. Dan sinilah potensi start-up tumbuh,” terangnya.
Tapi, sambung Hatta, banyak definisi yang agak berbeda dalam menjelaskan arti start-up. Terutama dari cara mengategorikan mana yang masih dianggap sebuah start-up dan mana yang bukan. Banyak juga yang menghubungan start-up dengan sisi teknologi.
”Tumbuh startup di sana-sini. Tapi frame-nya sama. Buka cafe. Bikin warung kopi, buka usaha untuk tempat nongkrong di mana-mana. Artinya ada yang salah dalam memahami,” beber mantan Menteri Negara Riset dan Teknologi itu.
Hatta secara tegas mendukung keberadaan media siber. Khususnya media yang tergabung dalam SMSI untuk mengedepankan konsep yang memanfaatkan teknologi dalam jaringan informasi dan bisnis. Demikian jyga bagi rintisan suatu usaha.
”Ini perlu dukungan pemerintah dan semua komponen. Pergeseran terus terjadi. Sebagai pilar demokrasi, media harus cermat dalam pengelolaan data. Maka saya pun mendukung, agar dialog, diskusi-diskusi ini berkelanjutan,” pungkas Hatta.
Menanggapi apa yang disampaikan kedua tokoh tersebut, Ketua Umum SMSI Firdaus mengaku lega dengan pemaparan dan harapan yang disampaikan. ”Ini seperti gayung bersambut. Kesempatan yang diberikan selaras dengan semangat yang diharapkan,” tuturnya.
SMSI menurut Firdaus, dari sejak awal memiliki program prioritas. Yakni menjadi konstituen di Dewan Pers.
“Terima kasih atas pemaparan dan harapan yang disampaikan bapak Mohammad Nuh, bapak Hatta Rajasa dan bapak Abdul Aziz. Ini suplemen, vitamin yang menumbuhkan semangat kami,” pungkas pendiri SMSI itu. (red/tam)