TANGERANG (BT) – Pengamat komunikasi politik Emrus Sihombing menanggapi fenomena kemunculan kerajaan-kerajaan fiktif di Indonesia yang masih hangat diperbincangkan. Tak sedikit masyarakat yang menduga munculnya kelompok-kelompok baru itu sebagai suatu keanehan atau hanya sekadar hiburan semata.
Meski begitu, Dosen Universitas Pelita Harapan (UPH) ini menilai, fenomena kemunculan kerajaan fiktif tidak memiliki keterkaitan historical maupun budaya. Namun, jika kerajaan yang berbasis historical dan ada sejarah serta nilai budayanya pada masa lalu, menurutnya bisa saja.
“Kerajaan-kerajaan fiktif muncul akhir-akhir ini tanpa ikatan historical maupun budaya. Jadi ini merupakan sesuatu yang tidak baik di tengah masyarakat, dan masyarakat bisa menolak,” ujarnya.
“Oleh karena itulah tidak boleh bertindak sendiri, dan ini harus diproses hukum kepada mereka yang menciptkan kerajaan fiktif ini,” imbuhnya.
Indikasi munculnya kerajaan-kerajaan fiktif ini, lanjut Emrus, tergantung pada motif-motif mereka. Ia menyebut motif-motif kerajaan baru bisa saja berupa ketidakpuasan dengan sistem yang ada saat ini.
“Apakah motif mereka semacam ketidakpuasan terhadap sistem yang berlaku, atau memang kalau kita pakai pendekatan psikologi adalah untuk mengaktualisasikan diri dan sampaikan kepada publik tentang keberadaan mereka di tengah masyarakat,” tuturnya.
Ia juga menyimpulkan, kelompok tersebut adalah orang-orang yang mungkin selama ini tidak mendapat pengakuan terhadap apa yang mereka lakukan. Itulah sebabnya, kelompok tersebut seolah meminta pengakuan kepada masyarakat. Spekulasi masyarakat tentang pengalihan isu dengan adanya kerajaan fiktif ini, kata Emrus, tergantung pada siapa yang mendirikan kerajaan tersebut.
“Jadi sangat tergantung pada orang-orang yang mendirikan kerajaan fiktif itu. Kalau memang ada kaitannya dengan isu-isu tertentu atau tokoh-tokoh tertentu dalam dinamika politik, saya kira bisa saja itu diasumsikan ke sana, untuk pengalihan isu,” katanya.
Lanjut ia, memang tidak ada fenomena sosial yang berdiri sendiri, termasuk munculnya kerajaan fiktif tersebut. Terpenting, fenomena munculnya kerajaan fiktif, negara harus mewaspadai. Oleh karena itu, Kemendagri sejatinya melakukan pengkajian dan pendekatan untuk mengurai dan mencari solusi.
“Maka itu perlu diuraikan, apakah benar adanya agenda-agenda tertentu atau pengalihan isu. Dan apakah ada aktor-aktor tertentu bermain di belakang itu. Kita harus jernih melihat,” tukasnya. (Hmi)