Ekspor Produk Olahan Kakao Capai 880,5 ton Pada September 2019

    FOTO: Suasana saat melepas ekspor produk olahan kakao

    TANGERANG (BT) – Indonesia merupakan negara penghasil kakao ketiga terbesar di dunia, setelah Pantai Gading dan Ghana. Dengan kapasitas produksi biji kakao yang besar, tentunya menjadikan industri pengolahan kakao sangat potensial untuk dikembangkan di Tanah Air Indonesia.

    Kementerian Pertanian melalui Karantina Pertanian Tanjung Priok melepas 197,5 ton ekspor produk olahan kakao berupa bubuk dan cacao butter tujuan Amerika Serikat, Brazil dan Pakistan senilai Rp9,57 miliar.

    “Kami sangat mendukung tumbuhnya industri kakao Indonesia, kita harus naik kelas, yang kita ekspor tidak lagi hanya biji kakao mentah, namun harus berupa olahannya,” kata Ali Jamil, Kepala Badan Karantina Pertanian, usai melepas ekspor produk pertanian di PT Bumi Tangerang Mesindotama, Kamis (26/9/2019).

    Berdasarkan data dari sistem IQFAST di Karantina Pertanian Tanjung Priok selama September 2019, ekspor produk olahan kakao (kakao bubuk, kakao pasta, cocoa butter) mencapai 880,5 ton yang senilai Rp38 miliar.

    Jamil menjelaskan, salah satu contoh dukungan yang diberikan Balai Karantina Pertanian dalam mendorong akselerasi ekspor produk olahan kakao Indonesia adalah eksportir produk olahan kakao PT. BT Cacao telah mendapatkan fasilitas Inline Inspection. 

    Inline Inspection adalah fasilitas yang diberikan Badan Karantina Pertanian (Barantan) kepada perusahaan yang alur produksinya telah memenuhi standar pemeriksaan karantina, sehingga petugas karantina tidak perlu lagi melakukan pemeriksaan fisik setiap waktu pengiriman ekspor.

    “Petugas karantina hanya memonitoring proses alur produksi secara berkala di gudang milik perusahaan eksportir,” terang Jamil.

    Selain inline inspection, lanjutnya, rumah produksi PT. BT Cacao juga telah ditetapkan sebagai tempat pemeriksaan lain. Artinya proses monitoring gudang hanya dilakukan setiap 2 pekan sekali saja.

    “Ini suatu kemudahan yang menguntungkan bagi para eksportir. Setiap shipment tidak perlu lagi ada bongkar muat di area pelabuhan, dari gudang bisa langsung masuk ke kapal,” ujar Jamil.

    Kepala Karantina Pertanian Tanjung Priok Purwo Widiarto yang turut mendampingi dalam pelepasan ekspor produk pertanian melalui pelabuhan Tanjung Priok ini menyampaikan bahwa selain produk olahan kakao, komoditas pertanian yang diekspor melalui Pelabuhan Tanjung Priok kali ini meliputi ekspor karet lembaran dengan volume 60.48 ton tujuan Latvia dan minyak kelapa dengan volume 30.40 ton tujuan China.

    Sementara dari sektor peternakan, kata Purwo, ada duck down jacket dengan volume 2,39 ton tujuan Selandia Baru dan Australia; wahed duck feather dengan volume 9.70 ton tujuan China dan produk susu berupa Keju dan susu UHT dengan volume 29 ton tujuan Malaysia dan Philiphina dengan total nilai ekonomi yang kita ekspor pada kesempatan ini senilai Rp4,93 milyar.

    Selaku fasilitator perdagangan produk pertanian, lanjut dia, Badan Karantina Pertanian lakukan inovasi dan layanan yang bermuara pada percepatan proses bisnis ekspor produk pertanian.

    Sesuai dengan aturan perdagangan internasional, tambah Purwo, maka bagi negara tujuan ekspor yang menpersyaratkan surat kesehatan hewan dan atau tumbuhan, Badan Karantina Pertanian selalu otoritas karantina siap memfasilitasinya.

    “Sesuai instruksi Menteri Pertanian, kami gelar ‘karpet merah’ bagi eksportir juga investor produk pertanian,” tuturnya. (Hmi)