TANGERANG – Puluhan warga RW 06, kampung Mekarsari, menentang pengukuran tanah yang sedianya akan dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Tangerang, Senin (23/10). Meski puluhan anggota Satpol PP dibantu aparat kepolisian mencoba membantu proses pengukuran, namun warga bersikeras menentangnya.
Suasana panas pun terjadi. Warga berupaya menghalang-halangi maksud petugas. Adu mulut antara warga dan petugas tak dapat dihindari. Anggota Komisi I DPRD Kota Tangerang Ahmad Deden Fauzi mengatakan, dewan kembali akan menggelar hearing antara warga, pengembang, BPN dan pihak terkait untuk memediasi masalah lahan yang hingga kini belum terselesaikan.
Komisi I akan berkoordinasi dengan pimpinan DPRD, untuk membahas data-data yang dimiliki oleh kedua belah pihak. Yaitu warga dan pengembang. Rencananya, hearing ketiga tersebut akan menghadirkan BPN dan lurah setempat.
“Tugas kami hanya menengahi dan memfasilitasi. Terkait data yang dimiliki kedua belah pihak,” ungkap Deden. Sekretaris Fraksi PKS ini menambahkan, akan ada gambaran pada saat hearing lanjutan nanti. Sebab warga maupun pengembang, pastinya bakal menunjukan bukti-bukti yang dimiliki.
“Bila nanti tidak ditemukan solusi, maka tidak ada jalan lain selain membawanya ke ranah hukum,” ujarnya. Namun Deden menyesalkan dilakukannya pengukuran tanah. Padahal sesuai hasil hearing kedua yang digelar beberapa waktu lalu, ada kesepakatan untuk tidak melakukan aktivitas apapun.
Sebelum data atau dokumen dari kedua belah lengkap. Hingga solusi masalah ini tuntas. “Bila itu semua sudah beres, baru bisa dilanjutkan pada proses pengukuran tanah. “Dasar hukum BPN apa. Kenapa berani melalukan pengukuran,” kata Deden heran.
Seharusnya BPN menunjukan objek yang akan diukur kepada DPRD. “Tinjau dulu, area mana yang diklaim milik warga maupun Palem Semi selaku pengembang. Petugas BPN Yayan Widodo yang saat itu datang ke lokasi menyebut, pihaknya melakukan pengukuran berdasarkan dokumen yang di miliki Palem Semi.
“Data milik warga tidak ada di BPN. Hanya ada di kewilayahan. Jadi silakan saja datang ke kelurahan atau kecamatan setempat. Sebab dokumen berupa girik atau Surat Pengakuan Hak (SPH) dan surat lainnya, ada di wilayah setempat, ujarnya.
Sedangkan Ketua Divisi Advokasi Ormas BPPKB, Usman menjelaskan, warga jelas merasa sangat keberatan dengan pengukuran tanah yang dilakukan BPN. Sebab berdasarkan hasil hearing kedua, pihak mana pun tidak boleh melakukan aktivitas di atas lahan yang dipermasalahkan.
“DPRD sudah merekomendasikan itu. Jadi kami masih menunggu hasil verifikasi. Namun kenapa tiba-tiba langsung ada pengukuran tanah,” ungkap Usman. Warga menurut Usman, juga memiliki dokumen kepemilikan lahan yang oleh Palem Semi akan diserahkan ke pemkot sebagai fasos fasum.
“Ada yang memegang girik, akta jual beli (AJB) bahkan beberapa diantaranya ada yang telah memiliki sertifikat tanah,” terang Usman. Dikatakan, setidaknya ada sekitar 300 KK yang tinggal lahan yang diklaim milik pengembang. “Padahal sejak 1980 lalu, warga sudah menempati lahan tersebut,” tandas Usman. (hdj)