
TANGERANG – Meski petahana Walikota Tangerang Arief R Wismansyah dan Wakilnya Sachrudin merupakan pasangan tunggal pada Pilkada Kota Tangerang 2018 yang akan digelar 27 Juni mendatang, namun masyarakat tetap diminta untuk mengawasi jalannya pelaksanaan pemilukada tersebut.
Warga bisa melakukan pemantauan melalui wadah yang disebut lembaga pemantau. Tim ini nantinya memiliki hak untuk melaporkan pelanggaran maupun kecurangan saat pelaksanaan pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seperti dituturkan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang, Sanusi, pada acara Sosialisasi Pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Tangerang 2018 bersama Forum Wartawan Tangerang, Kamis (18/1), di Camp Cafe, Tangerang.
Dikatakan, yang boleh melaporkan gugatan pelanggaran Pilkada ke MK adalah lembaga pemantau resmi yang terdaftar ke KPU. Sedangkan mekanisme seleksi lembaga pemantau, akan mengikuti prosedur yang ada. “Jangan takut. Daftar saja dulu. Silakan masyarakat daftar ke KPU. Baik untuk di tingkat kota, provinsi maupun pusat,” ungkap ketua KPU yang akrab disapa Pane ini.
Dikatakan, organisasi yang mendaftar harus linear. Lembaga pemantau akan diseleksi dan yang lulus mendapat akreditasi dari KPU. Pendaftaran lembaga pemantau diumumkan hingga 12 Februari mendatang. Sedangkan pendaftaran ditutup pada 11 Juni atau 16 hari sebelum pelaksanaan pencoblosan.
“Jadi silakan kepada wartawan, lembaga sosial masyarakat (LSM) atau organisasi masyarakat (ormas), untuk menginformasikan hal ini kepada jaringan yang mungkin mau ikut berpartisipasi,” tutur ketua KPU yang pernah berprofesi menjadi wartawan ini.
Dilansir dari berita ANTARA News, Komisioner KPU RI Wahyu Setiawan mengaku, prihatin dengan minimnya jumlah lembaga pemantau yang terlibat pada penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) 2018 di Provinsi Jawa Tengah.
“Tentu kondisi ini memprihatinkan. Sebab tidak ada partisipasi langsung dari masyarakat dalam pemantauan pesta demokrasi tersebut,” katanya, pada Sosialisasi Pemantau Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur 2018 yang berlangsung di Kantor KPU Provinsi Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
Ia mengungkapkan, sejak pilkada serentak pada 2015 dan 2017, tidak ada lembaga pemantau yang mendaftar secara resmi ke KPU Provinsi Jawa Tengah. Mantan komisioner KPU Provinsi Jateng itu berharap, ada lembaga pemantau yang mendaftar di KPU pada dalam gelaran Pemilihan Umum Gubernur (Pilgub) Jawa Tengah pada 2018.
Ia memperkirakan, minimnya keterlibatan lembaga pemantau tersebut disebabkan besarnya biaya yang dikeluarkan. Karena ada ketentuan yang mengharuskan ada sumber dana yang jelas, serta kemandirian anggaran. “Mungkin itu yang menyulitkan lembaga pemantau. Sehingga mereka enggan terlibat memantau pilkada,” ujarnya.
Ia menyebutkan syarat untuk menjadi lembaga pemantau adalah bersikap independen, sumber dana jelas, struktur jelas dan petugas pemantau yang juga jelas. Selain itu, lembaga pemantau pilkada juga harus mendapat akreditasi dari KPU sesuai tingkatan wilayah kerjanya.
“Untuk pilgub ya harus KPU provinsi, jika pilkada kabupaten atau kota. Cukup KPU di daerah tersebut,” katanya. Wahyu tidak memasang target jumlah lembaga pemantau yang terlibat di Pilgub Jateng 2018, tapi dirinya mendorong ada organisasi yang berpartisipasi.
“Kita sudah membuka pengumuman terkait lembaga pemantau tersebut. Namun sampai saat ini, belum ada yang berkomunikasi dengan KPU,” ujarnya. KPU RI di Jakarta juga akan terus melakukan sosialisasi mengenai pentingnya lembaga pemantau. Supaya tercipta pemilu yang berkualitas.
Ketua Panwaslu Kota Tangerang Agus Muslim
Terpisah Ketua Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Tangerang, Agus Muslim menerangkan, ada 3 elemen yang memiliki hak untuk melapor pelanggaran Pilkada. Yaitu pasangan calon, lembaga pemantau dan warga negara yang memiliki hak pilih sesuai domisili pelaksanaan Pilkada. Dibuktikan dengan KTP pelapor.
“Ada dua jenis pelanggaran yang dapat dilaporkan. Pertama pelanggaran administrasi terhadap ketentuan Undang-undang Pemilu Kada (UU 32/2004 dan UU 12/2008),” kata Agus. Sedangkan yang kedua adalah pelanggaran tindak pidana terhadap ketentuan pidana yang diatur dalam Undang-undang Pemilu (UU 32/2004 dan UU 12/2008).
“Pelaporan ini berlaku umum. Artinya meski Pilkada hanya diikuti oleh satu pasangan calon atau melawan kolom kosong atau kotak kosong,” terang Agus. Ketika kolom kosong dicurangi atau pasangan calon melakukan black campaign, lembaga pemantau atau warga berhak membuat laporan pelanggaran ke Panwaslu.
“Meski pilkada diikuti oleh lebih dari dua calon atau hanya satu calon melawan kolom kosong, aturan yang berlaku tetap sama. Supaya demokrasi berjalan dengan baik dan tidak tidak ada kecurangan pada Pilkada,” tandas Agus. (tam)