TANGERANG – Guna memenuhi kebutuhan hak anak yang mendasar, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang, melaksanakan fasilitasi itsbat nikah bagi pasangan nikah yang ada di Kota Tangerang.
Kegiatan ini hasil kerjasama dengan Pengadilan Agama Kota Tangerang, Kementerian Agama Kota Tangerang serta seluruh jajaran kecamatan. Namun pelaksanaannya tetap mengikuti syarat ketentuan dan administrasi yang berlaku.
Itsbat nikah yang dilaksanakan secara terpadu oleh beberapa instansi ini, bertujuan pemenuhan hak anak. Sekaligus menjadi kado dari Pemerintah Kota Tangerang kepada warganya, dalam rangka memperingati HUT Kota Tangerang ke-26. Rencananya acara akan dilaksanakan bertepatan dengan HUT Kota Tangerang 28 Februari 2019.
“Dengan adanya Itsbat nikah, maka anak dari pasangan peserta memiliki kepastian identitas. Kelak ini akan bermanfaat untuk keberlangsungan hidup bermasyarakat, sosial, kependudukan, hukum dan lain sebagainya,” tutur Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3AP2KB Iis Aisyah Rodiah.
Pejabat sekaligus ketua panitia penyelenggara kegiatan ini menambahkan, anak merupakan aset negara yang harus dan wajib dilindungi. “Mereka merupakan tulang punggung negara di masa yang akan datang. Anak tidak hanya menjadi obyek dalam pembangunan. Namun seharusnya menjadi subjek yang berperan dalam menentukan masa depannya,” terangnya.
Oleh karena itu kata Iis, anak harus dilibatkan dalam setiap tingkat pengambilan keputusan. Sebab setiap keputusan yang diambil, akan mempengaruhi kehidupan mereka dan berimplikasi pada masa depannya. Hal tersebut sesuai dengan amanat dalam Undang Undang (UU) Nomor 35 Tahun 2014.
“UU ini merupakan perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pemenuhan Hak Anak dan Perlindungan Anak. Salah satu Hak Anak yang sangat penting adalah hak Sipil dan Kebebasan,” papar Iis.
Sementara itu Sekretaris DP3AP2KB Kota Tangerang Wibisono menerangkan, hak sipil dan kebebasan anak yang harus dipenuhi antara lain meliputi hak atas identitas, perlindungan identitas, hak berekspresi dan mengeluarkan pendapat.
Hak berpikir, berhati nurani dan beragama. Juga hak berorganisasi dan berkumpul secara damai. Hak akses informasi yang layak serta hak bebas dari penyiksaan dan penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia.
“Selanjutnya dari hak atas identitas ini, menjadi pintu masuk atas hak-hak anak yang harus dipenuhi agar tidak timbul kesan diskriminasi,” jelasnya. Dalam hukum nasional tambah Wibi, pengertian diskriminasi tercantum dalam pasal I butir 3 UU Nomor 39/1999 menyangkut Hak Asasi Manusia.
“Intinya bahwa diskriminasi adalah tiap-tiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang serentak maupun tak segera. Didasarkan terhadap pembedaan manusia. Atas basic agama, suku, ras, etnik, grup, golongan status so s ial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan dan politik,” urai Wibi.
Tindakan tersebut di atas berakibat pada pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pernyataan, pengerjaan atau pemakaian hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan. Baik individual maupun kolektif. Dalam sektor politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya dan faktor kehidupan lainnya .
Di Indonesia, hak atas identitas anak sering terabaikan. Akibat perbuatan orangtuanya yang disebabkan karena banyak hal. Antara lain karena ketidaktahuan tentang aturan/hukum yang berlaku. Keterbatasan faktor ekonomi, adat, kebiasaan dan lain sebagainya.
“Dalam amanat yang terkandung dalam mewujudkan Kota Layak Anak, maka pemenuhan hak atas identitas adalah dengan memastikan bila seluruh anak tercatat dan memiliki kutipan akta kelahiran,” ujar Wibi.
Sesegera mungkin sebagai pemenuhan tanggungjawab negara atas nama dan kewarganegaraan anak. Termasuk tanggal kelahiran dan silsilahnya. Juga menjamin penyelenggaraan pembuatan akta kelahiran secara gratis dan dilakukan pendekatan layanan hingga tingkat kelurahan/desa. (adv)