TANGERANG – Warga RW 06, Kelurahan Panunggangan Barat, Kecamatan Cibodas, menolak proses penyerahan Fasos Fasum dari Palem Semi kepada Pemkot Tangerang. Keberatan warga tersebut, akhirnya dibawa pada rapat hearing dewan, Kamis (19/10).
Sehari sebelumnya, bahkan warga menghalang-halangi petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang bermaksud untuk mengukur tanah yang akan diserahkan ke pemkot. “Kami mempertanyakan surat pelepasan hak. Kami yakin, Palem Semi belum memiliki sertifikat tanah fasos fasum yang akan diserahkan ke pemkot,” ungkap perwakilan warga bernama Samsuri.
Penyerahan fasos fasum kepada pemkot tambah Samsuri, harus diberikan dalam bentuk berita acara. Hasil verifikasi di lapangan harus jelas. Disertakan pula sertifikat atas lahan tersebut.
“Bila sertifikat belum selesai, maka harus disertakan proses pengurusan dari kantor BPN,” jelas Samsuri. Ia merasa yakin, pengembang belum pernah melakukan tahapan tersebut. Sebab baru kemarin (Rabu-red), petugas BPN datang untuk melakukan pengukuran tanah.
“Sebelumnya tidak pernah ada sama sekali,” ungkap mantan anggota DPRD Kota Tangerang asal Frasksi PKS periode 2004 – 2009 ini. Menurutnya, proses serah terimanya lahan sudah menyalahi aturan. “Kalau prosesnya salah. Dipastikan obyek yang dimaksud juga salah,” tegasnya.
Ia menekankan kepada pemkot, untuk tidak melakukan tindakan hukum di lapangan atas lahan tersebut. Terlebih diketahui, pemkot telah mengerahkan polisi ke lokasi. “Maksudnya mau mengintimidasi warga atau bagaimana,” katanya heran.
Samsuri menjelaskan, pernah menanyakan bukti kepemilikan lahan fasos fasum yang akan diserahkan ke dewan. Sekitar tahun 2004. Saat ia masih menjabat sebagai anggota dewan. “Waktu itu Suwarso atas nama pengembang, tidak bisa ,eminjukan bukti kepemilikan lahan. Kenapa
tahun ini kasus tersebut ramai kembali,” ujarnya.
Menanggapi kasus tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Pontjo Prayogo ikut angkat bicara. Menurutnya, warga menginginkan ganti rugi terhadap lahan yang ditempatinya. “Bukan tanggungjawab pemkot untuk memberi ganti rugi kepada warga. Itu sepenuhnya menjadi kewajiban Palem Semi selaku pengembang,” tegas Pontjo.
Seharusnya lanjut Pontjo, Palem Semi harus menyerahkan fasos fasum kepada pemkot secara jelas. Artinya tidak ada ada lagi bangunan warga di atas tanah tersebut. Termasuk menyertakan sertifikat atas lahan.
“Jadi menjadi keharusan Palem Semi untuk menyelesaikan kasus ini,” ujarnya. Dijadwalkan Senin pekan depan, heraring lanjutan akan kembali digelar. “Kami akan mengawasi proses validasi. Kemudian pemkot, dalam hal ini harus turut mendampingi BPN saat melakukan validasi tadi,” kata politisi asal Partai Gerindra ini.
Ponto sendiri belum mengetahui, perihal sertifikat lahan fasos fasum yang katanya telah diserahkan ke pemkot. Pasalnya ada sejumlah warga yang mengklaim memiliki dokumen kepemilikan. Mulai dari girik, akta jual beli (AJB) hingga sertifikat tanah.
“Bila itu benar dan terbutki, maka Palem Semi harus mengganti tanah warga,” tuturnya. Dalam kasus ini kata Pontjo, DPRD bertindak selaku fasilitator. Untuk diketahui, lahan fasos fasum yang diserahkan Palem Semi kepada pemkot luasnya sekitar 9 hektar. Sedangkan lahan yang dipersoalkan warga, luasnya lebih dari 2 hektar. (hdj)