Peserta BPJSTK Sektor Informal Perlu Perhatian Khusus

    Deputi Direktur BPJSTK Kanwil Banten Eko Nugriyanto (empat kiri), pada acara seminar sehari yang digelar di Grand Soll Marina, Jatiuwung, Tangerang.

    TANGERANG – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan masih memberi perhatian terhadap masalah masih minimnya peserta BPJSTK yang berasal dari pekerja sektor informal.

    Hal itu diungkapkan Deputi Direktur BPJSTK Kantor Wilayah Banten Eko Nugriyanto, Kamis (24/10), pada acara Seminar Sehari mengangkat tema “Refleksi 15 Tahun SJSN dalam Pelaksanaan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan”, di Grand Soll Marina, Jatiuwung, Tangerang. 

    Disela acara tersebut Eko mengungkapkan, bila di Provinsi Banten baru terdapat sekitar 7 persen pekerja bukan penerima upah (BPU) yang menjadi peserta BPJSTK. Para pekerja mandiri tersebut meliputi nelayan, petani, pedagang, guru ngaji dan sebagainya. 

    “Di Banten terdapat lebih dari 2 juta pekerja informal. Sebelumnya terdaftar sekitar 200 ribu pekerja. Namun hanya sekitar 150 ribu yang menjadi peserta aktif,” kata Eko.

    Kenyataan tersebut menjadi pekerjaan yang cukup bagi pihak BPJSTK Kanwil Banten, untuk mengajak pekerja BPU agar menjadi peserta. 

    “Kami telah merangkul berbagai lembaga atau komunitas, untuk menjaring peserta sektor informal tersebut,” ungkap Eko. 

    Baru-baru ini, pihaknya telah bersilaturahmi dengan Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten. Tujuannya untuk mengajak para guru ngaji atau pengajar agar bergabung menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan. 

    “Kami juga telah menjalin kerja sama dengan PD Pasar Kota Tangerang, guna mengajak para pedagang dalam program BPJS Ketenagakerjaan,” jelas Eko. 

    Ia menyebut, ada beberapa faktor yang menyebabkan masih minimnya peserta BPJSTK sektor informal. Diantaranya kurangnya kesadaran masyarakat atau kurangnya informasi. 

    “Kalau alasannya karena iuran yang memberatkan, itu tidak mungkin. Sebab iuran bagi pekerja BPU hanya dipatok mulai dari Rp16.800 saja. Lebih murah dibanding harga sebungkus rokok,” katanya. 

    Resiko besarnya biaya pengobatan kecelakaan menurut Eko, dapat diminimalisir dengan menjadi peserta BPJSTK. Sebab peserta yang mengalami kecelakaan saat bekerja, seluruhnya ditanggung BPJSTK. Termasuk ketika berangkat atau pulang kerja.

    “Bagi mereka pekerja yang punya majikan, mungkin biaya itu bisa ditanggung oleh majikannya. Tapi bagaimana dengan para pekerja mandiri. Siapa yang bakal membiayai ketika mereka mengalami kecelakaan,” papar Eko. 

    Untuk itu ia mengajak masyarakat pekerja informal, untuk segera mendaftarkan diri dalam program BPJSTK. Guna menghindari resiko sosial saat mengalami musibah kecelakaan kerja. (tam)