
TANGERANG – Sebuah ide perpanjang masa jabatan kepala desa (kades) menjadi potret kades yang miskin gagasan. Keberhasilan seorang kades dalam melaksanakan pembangunan di desa, tidak diukur dari masa jabatan. Namun diukur dari kepercayaan warga desa terhadap kerja-kerja nyata aparatur desa.
“Jika pun hanya masa jabatan 2 tahun, selama punya kinerja dan bukti nyata. Maka kepala desa itu terpilih kembali kan untuk periode mendatang,” ungkap Peneliti Kebijakan Publik IDP-LP, Riko Noviantoro, Rabu (18/1/2023).
Menurut Riko, menambah masa jabatan kades tidak lebih sebagai kepentingan politik pribadi. Apalagi tidak ada warga desa yang meminta jabatan kades diperpanjang. Semakin jelas desakan adalah murni hasrat politik pada kepala desa.
Riko menyayangkan perilaku kepala desa yang merendahkan kepercayaan masyarakat desanya. Penambahan masa jabatan tidak menjamin kepala desa itu mampu menunjukkan kinerja yang baik. Bahkan malah memperburuk kondisi desa.
“Kita tidak bisa tutup mata, berapa kepala desa yang gagal. Malah tidak diharapkan rakyatnya. Jadi masa jabatan yang sudah diatur dalam UU No.6 Tahun 2014 sudah cukup tepat,” tegasnya.
Tidak itu saja, menurut Riko, perubahan pasal dalam UU yang bersifat pokok perlu kajian mendalam. Tidak bisa hanya mendengarkan aspirasi kelompok. Apalagi aspirasi sepihak hanya kelompok kepala desa.
Riko berharap para kepala desa bisa focus dengan program kerja masing-masing. Bukan malah memikirkan masa jabatan saja.
“Selagi memiliki kinerja baik dan bermanfaat bagi masyarakat, sudah pasti kepala desa itu mendapat kepercayaan untuk memimpin kembali,” tukasnya. (Hmi)