TANGERANG (BT) – Implementasi Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang Pengupahan di Kota Tangerang rupanya belum menemukan titik terang. Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kota Tangerang, dan Aliansi Serikat Buruh Tangerang tengah mencari solusi melalui diskusi ihwal penetapan Upah Minimum Kota (UMK) tahun 2020.
Dalam diskusi yang digelar di gedung Disnaker Kota Tangerang itu, aliansi buruh bersikeras mengusulkan kepada pemerintah untuk menetapkan UMK Kota Tangerang tahun 2020 naik sebesar 12 persen. Buruh tidak setuju bila pemerintah hanya menaikkan UMK sebesar 8,51 persen. Demikian hal itu disampaikan Ketua DPD KSPSI Provinsi Banten Dedi Sudarajat selepas pertemuan.
Menurut ia, dalam kenaikan upah tahun 2020, pihaknya tidak mengacu pada PP No 78/2015 tentang Pengupahan. Melainkan, kata Dedi, berpedoman pada Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
“Jika berdasarkan PP 78, pemerintah akan menetapkan upah naik 8,51 persen. Tentu kami menolak. Kami tetap konsisten di angka 12 persen,” tegasnya.
Dedi melanjutkan, tuntutan upah naik 12 persen berdasarkan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL) di pasar-pasar Kota Tangerang. Sehingga, bila upah hanya naik 8,51 persen, dinilai bukan angka yang dapat memenuhi kebutuhan hidup.
“Intinya kami Aliansi Buruh Tangerang tetap minta upah naik 12 persen. Dan memang angka 12 persen itu real kebutuhan kita selama sebulan,” ucap Dedi kepada Beritatangerang.id, Jumat (8/11/2019).
Sebelumnya, dalam pertemuan pada Kamis (7/11/2019) kemarin, Ketua Apindo Kota Tangerang Ismail mengaku pihaknya menginginkan upah naik sebesar 8,51 persen berdasarkan PP No 78/2015 tentang Pengupahan. Sebab katanya, pergerakan ekonomi di Indonesia sedang lesu.
Maka menurut Ismail, jika upah naik 12 persen akan berdampak pada sejumlah hal, seperti persaingan harga hingga merusak iklim investasi di Kota Tangerang.
“Perusahaan agak berat untuk menaikkan upah. Apalagi jika naik sampai 12 persen. Dampaknya kemana-mana. Nanti industri menjadi barang dan jasa. Karena nanti banyak orang bikin pergudangan saja yang lebih murah daripada bikin pabrik yang sangat pusing,” jelasnya.
Anggota Dewan Pengupahan Kota (Depeko) Tangerang Hardiansyah menganggap penetapan UMK tahun 2020 sangat kontradiksi bila mengacu PP No 78/2015 tentang Pengupahan dengan Undang-undang No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Sebab kata dia, kedua peraturan itu kini terdapat landasan KHL untuk menentukan upah.
“Ini artinya sudah tidak ada alasan lagi untuk meninggalkan KHL. Makanya, kami tadi terjadi tarik-menarik angka. Sehingga tidak ada titik temu. Ya, mau tidak mau kita berpegang teguh pada angka masing-masing,” tuturnya.
Maka, Depeko Kota Tangerang menunggu hasil penetapan upah dari Gubernur Banten. “Dalam aliansi kami, jika memang ditetapkan 8 persen kemungkinan produksi akan kami hentikan. Itu sikap kami,” katanya.
Sementara Kepala Disnaker Kota Tangerang Rakhmansyah mengatakan, rekomendasi yang diusulkan pihak buruh dengan pengusaha akan disampaikan kepada Wali Kota Tangerang dan Gubernur Banten untuk kemudian menunggu hasil penetapannya. Kata dia, penetapannya akan disampaikan pada 21 November 2019.
“Jadi, kita hanya sebatas khusus untuk membuat nilai-nilai angka yang akan nanti kami sampaikan,” ujarnya. (Hmi)