DPRD Minta Ponpes di Tangerang Tak Anggap Remeh Insiden yang Menewaskan Santri

    Wakil Ketua DPRD Kota Tangerang Turidi Susanto

    TANGERANG – Wakil Ketua 1 DPRD Kota Tangerang Turidi Susanto minta semua pihak terkhusus pondok pesantren di Kota Tangerang tak meremehkan peristiwa pengeroyokan yang menewaskan santri di Daarul Quran Lantaburo, Cipondoh, Kota Tangerang.

    Pihaknya berharap semua ponpes dapat lebih meningkatkan pengawasan terhadap santri. Hal itu menyusul insiden pengeroyokan dari 12 santri terhadap santri lainnya yang terjadi di ponpes Kota Tangerang baru baru ini.

    “Tim pengajar maupun pemilik ponpes dan stakeholder yang bersangkutan saya harap tidak menganggap remeh persoalan ini,” ungkap Turidi, di gedung DPRD Kota Tangerang, Rabu (31/8/2022).

    Pihaknya menyayangkan peristiwa pengeroyokan yang menewaskan seorang santri ini terjadi di lingkup ponpes wilayah Kota Tangerang. Kejadian tersebut dinilainya merupakan keteledoran pihak ponpes.

    “Amat disayangkan ya. Kami sangat prihatin, ini pertama kali terjadi di Kota Tangerang. Apalagi di pesantren yang seharusnya tempat menimba ilmu. Itu artinya pihak ponpes lepas kontrol,” tukasnya.

    Selain itu, pihaknya juga meminta dinas terkait dalam hal ini Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Bencana (DP3AP2KB) Kota Tangerang turut serta memberi edukasi sekaligus mengawasi perkembangan anak di lingkungan pesantren.

    “Karena aktivitas santri sepanjang waktu di pesantren, beda dengan siswa di sekolah yang hanya 8 jam. Jadi pengawasannya harus ditingkatkan. Saya harap dinas terkait juga bisa membantu,” tandasnya.

    Sementara Ketua MUI Kota Tangerang, Ahmad Baijuri Khotib juga merasa geram atas peristiwa yang merenggut nyawa seorang santri itu. Dirinya sangat tidak membenarkan insiden pengeroyokan tersebut, apalagi terjadi di lingkungan pesantren tempat para santri menimba ilmu.

    Namun, kata Baijuri, kecolongan peristiwa seperti ini merupakan kekhilafan sebagai manusia yang tak luput dari kesalahan dan merupakan kejadian di luar dugaan dan di luar kemauan.

    “Maka perkuat pembinaan, Pondok Pesantren selalu menanamkan akhlak sikap, contoh perilaku dari sang kyai, sang guru, dan sang ustadz,” tutur Baijuri.

    Selain itu salah satu faktor lainnya, menurut Baijuri yaitu percepatan informasi sehingga konten-konten yang beredar dari internet seperti media sosial bernuansa kekerasan mempengaruhi karakter anak.

    “Mungkin ini cara Allah mengingatkan kami dunia pondok pesantren, dunia keulamaan, agar semakin mewaspadai efek negatif dari derasnya bahaya teknologi informasi yang tidak bisa kita bendung,” pungkasnya. (Hmi)