Siapa Aktor Intelektual Penyerang Novel? Pengamat: Lihat dari Dua Sisi

FOTO: Halimah Humayra Tuanaya, Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM)

TANGERANG (BT) – Beberapa hari lalu tepatnya pada Kamis (26/12/2019), Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Markas Besar (Mabes) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) telah melakukan penangkapan tersangka berinisial RB dan RM di Cimanggis, Depok.

Keduanya merupakan anggota Polri aktif yang kini ditetapkan sebagai tersangka atas kasus penyerangan kepada Novel Baswedan dengan air keras pada 11 April 2017 lalu.

Menanggapi hal tersebut, Dosen Pidana Fakultas Hukum Universitas Pamulang (UNPAM) Tangerang, Halimah Humayra Tuanaya menegaskan, pengungkapan pelaku lapangan harus segera dilanjutkan untuk mencari motif dan aktor intelektualnya.

“Saya berkeyakinan penyerangan terhadap Novel ini tidak semata-mata tindakan serangan terhadap pribadi Novel, tetapi serangan terhadap kapasitas Novel sebagai penyidik KPK,” ungkap Halimah kepada beritatangerang.id, Sabtu (28/12/2019).

Sehingga, lanjut ia, dipastikan ada motif khusus yang melatarbelakangi peristiwa tersebut. Motif ini harus terungkap, sebab menurutnya, kemungkinan besar berkaitan dengan kejahatan asal yang sedang ditangani Novel kala itu.

“Penangkapan RB dan RM serta pengungkapan aktor intelektual seharusnya dijadikan sebagai momentum untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada institusi Polri,” terangnya.

“Jangan sampai masyarakat semakin melabel bahwa dalam banyak peristiwa kejahatan, Polri hanya berhenti pada pengungkapan eksekutor lapangan,” imbuhnya.

Jika tak berlanjut, ia menyimpulkan bahwa Negara seolah memberi perlindungan pada aktor intelektual, yang memunculkan kesan tebang pilih dalam penegakan hukum di Indonesia.

“Seluruh anggapan publik ini sudah melekat dan menjadi bagian dari paradigma masyarakat Indonesia. Untuk itu Polri punya PR besar untuk mengubah semua, dan pengungkapan kasus Novel ini bisa dijadikan momentum untuk memperbaiki citra Polri,” tandasnya.

Sementara itu, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menuturkan, berita ini sangat memilukan hati, ada dua oknum polisi yang diduga melakukan penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan telah ditangkap polisi.

“Polisi menangkap oknum polisi dengan korban yang berlatarbelakang polisi pula. Rangkaian peristiwa ini semua terjadi dalam satu lingkaran,” kata Emrus.

Menurutnya, peristiwa penangkapan tersebut bisa dilihat dari dua sisi. Satu sisi menunjukkan bahwa Polisi melakukan tugasnya dengan sangat profesional, modern, terpercaya dan independen (Promoterin).

“Mereka benar-benar penegak hukum. Dalam penegakan hukum, polisi tidak sekedar tajam ke atas, tajam ke bawah, tetapi juga tajam kepada oknum aparatnya sendiri. Artinya, polisi dalam melaksanakan tugasnya sama sekali bukan untuk pencitraan,” simpulnya.

Sebab, lanjut Emrus, sekalipun pelakunya anggota polisi aktif, namun polisi tidak pandang bulu dalam penegakan hukum. “Siapapun yang diduga pelaku pelanggaran hukum, tak terkecuali terhadap anggotanya sendiri, polisi tetap bertindak Promoterin,” jelasnya.

Namun di sisi lain, kata Emrus, semua prihatin lantaran oknum aparat polisi yang sejatinya bertugas mengejar dan melawan pelaku kejahatan, malah sebaliknya melakukan tindak kejahatan.

“Oleh karena itu, kasus ini unit yang bertanggungjawab, dan penanganan sumber daya manusia di Polisi kita masih harus mendapat perhatian serius dari negara, melalui kepala atau pimpinan polisi,” pungkasnya. (Hmi)