SPT Sebut Pengelola Pasar Babakan Tangerang Ilegal

    FOTO: Kondisi Pasar Babakan Cikokol Kota Tangerang terkini

    TANGERANG – Ketua organisasi Sandi Peduli Tangerang (SPT) Pupung menyebut, pengelola Pasar Babakan, Kota Tangerang, saat ini belum memiliki legalitas atau masih ilegal.

    Pasar yang berlokasi di Jalan Perintis Kemerdekaan, Cikokol, Kota Tangerang ini pun kata Pupung, tidak mempunyai ‘legal standing’. Pengelola saat ini menurutnya bukan lagi bagian dari PT. Pancakarya Griyatama.

    “Mereka (pengelola,-red) atas nama apa mengelola Pasar Babakan, pribadi itu. Jelas tidak boleh,” ungkap Pupung, Jumat (25/6/2021).

    Ia menegaskan, Pasar Babakan saat ini sudah diambil alih pengelolaanya oleh Kemenkumham, melalui Satgas Kemenkumham yang dipimpin Kalapas Kelas 1 Tangerang.

    “Ayo, kita buktikan di pengadilan nanti. Di mana pengelola ilegal itu tidak pernah setor ke kas Negara atas PNBP,” tukasnya.

    Lanjut Pupung, seharusnya Kemenkumham segera melaporkan pengelola ilegal Pasar Babakan yang sekarang ke Bareskrim, agar segera diusut sampai ke akar-akarnya.

    “Kemenkumham sebagai pemilik sah lahan, jangan lembek atau takut. Siapapun yang membekingi pengelola sekarang harus ditindak tegas,” jelasnya.

    Pupung melanjutkan, pengambilalihan pengelolaan Pasar Babakan oleh Kemenkumham sebenarnya telah terang benderang. Hal itu didasari atas hasil audit BPK adanya dugaan kerugian negara penerimaan negara (PNBP) selama 12 tahun pengelolaan.

    “Terhitung 2009 hingga 2021, total kerugian negara diduga mencapai Rp17,3 Miliar lho. Itu berdasarkan audit BPK tahun 2020. Sekarang, malah bikin laporan ke pengadilan, padahal tau mereka lemah. Itukan namanya nantang negara khususnya Kemenkumham,” tegasnya.

    Terpisah, penanggung jawab Pasar Babakan, Sis Nugraha menepis tudingan adanya potensi kerugian negara di Pasar Babakan.

    “Sekarang kalau ada kerugian negara, saya tidak tahu konsekuensi pinjam pakai itu. Karena itu G to G, (Goverment to Goverment) itu adalah pinjam pakai,” dalihnya.

    Menurutnya, lahan yang sekarang digunakan sebagai pasar tersebut bukan sebagai sewa menyewa antara swasta dengan pemerintah, melainkan pinjam pakai dari Pemda (Pemkot Tangerang -red).

    “Tapi kalau misalnya kami nyewa ke kemenkumham dan terus saya tidak bayar, ini jadi kerugian negara. Ada gak diperjanjian itu saya, gak ada dong. Kewajiban yang mana yang tidak saya bayar? Karena kami di sini dititipin,” kilahnya.

    Ia juga mengaku akan tetap bertahan mengelola Pasar Babakan, hingga kasus yang diputus pengadilan. Namun sebenarnya ia mengaku siap keluar dari pasar Babakan, asal ada pembicaraan yang baik.

    “Kalau Pemkot Tangerang, menyuruh kita selesai ya kita selesai. Tapi, pasti terkait bangunan yang ada harus ada pembicaraan,” tuturnya.

    Melalui kuasa hukum pihaknya pun telah melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri Tangerang. Sis menerangkan, Pasar Babakan merupakan pengalihan Pasar Cikokol, setelah ada Ruislag pada 2005, antara PT Pancakarya dengan Kemenkumham.

    Selanjutnya, pada proses ruislag, pedagang Pasar Cikokol harus ditampung di lokasi lain. Sehingga ada perjanjian pinjam pakai Pemkot Tangerang dan Kemenkumham atas lahan Pasar Babakan. Dan Pemkot Tangerang bekerja sama dengan PT Pancakarya dalam menampung pedagang.

    “Jadi ini kerjasama Pemkot Tangerang dengan PT Pancakarya, karena PT Pancakarya membantu membebaskan lahan. Kemudian dibangun fasilitas pasar, namun belum ada serah terima ke Pemkot Tangerang. PT Pancakarya mau menyerahkan ke Pemkot Tangerang, tapi pihak Pemkot Tangerang belum mau terima sampai saat ini,” papar Sis.

    Informasi yang terhimpun, PT. Pancakarya Griyatama, semasa pembebasan lahan itu masih dipimpin oleh Yogi Yogaswara sebagai direktur.

    Sementara LSM Garuk KKN Agus Rizal menambahkan, pengambilalihan manajemen pengelolaan Pasar Babakan oleh Kemenkumham itu telah membuka mata publik. Karena berdasarkan audit BPK ada dugaan kerugian negara terkait penerimaan negara (PNBP) selama 12 tahun.

    “Terhitung dari 2007 hingga 2018, total kerugian negara diprediksi mencapai Rp13 Miliar. Ditambah lagi dari tahun 2019 hingga 2021, sekitar Rp3 miliar lebih. Artinya total potensi kerugian negara tekah mencapai Rp17 Miliar lebih. Dan itu berdasarkan audit BPK tahun 2020,” tandasnya. (Hmi)