Saling Lempar Kursi, Apa yang Kurang dalam Kongres PAN?

FOTO: Pengamat Politik Emrus Sihombing (dok.ist)

JAKARTA – Aksi saling lempar kursi dalam Kongres V Partai Amanat Nasional (PAN) mengundang komentar sejumlah pihak. Kali ini, komentar datang dari pengamat politik Emrus Sihombing, Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner.

Menurut Emrus, aksi saling lempar kursi yang terjadi di Kongres V PAN kali ini setidaknya menyampaikan dua pesan sekaligus kepada masyarakat, yang sangat-sangat tidak menguntungkan bagi perjalanan politik PAN dalam menghadapi kontestasi politik ke depan, maupun dalam pelaksanaan kongres itu sendiri.

“Dari situ lalu muncul pertanyaan kritis, apa yang kurang di Kongres V PAN ini? Kata Emrus, Selasa (11/2/2020).

Yang pertama, menurut Emrus, adalah ketidakdewasaan politik. Peristiwa yang sangat memprihatinkan ini menyampaikan makna kepada publik, bahwa secara umum PAN sedang terjadi ketidakdewasaan berpolitik, khususnya bagi para politisi yang melakukan tindakan saling lempar kursi di ruang kongres.

“Suka tidak suka, kejadian ini bisa menimbulkan penilaian publik atau rakyat Indonesia bahwa PAN belum menjadi partai yang dapat menyelesaikan persoalan atau perbedaan politik secara elegan dan dewasa,” terangnya.

Selain itu, perilaku saling melempar kursi menunjukkan bahwa para politisi di PAN masih bertindak yang didominasi oleh emosi. Padahal, fungsi sebuah partai memberikan teladan, pendidikan, dan kedewasaan politik kepada masyarakat yang sekaligus merupakan wadah untuk melahirkan pemimpin legislatif dan eksekutif yang mumpuni.

“Menurut hemat saya, mereka yang saling melempar kursi belum memenuhi syarat sebagai anggota dan kader sebuah partai moderen dan sekaligus belum layak menjadi pemimpin publik baik sebagai anggota legislatif maupun pimpinan eksekutif,” jelas Emrus.

“Karena itu, pendewasaan politik dan demokrasi di internal PAN harus menjadi agenda yang sangat utama, siapa pun yang terpilih memimpin PAN lima tahun ke depan,” imbuhnya.

Kemudian yang kedua, Emrus melanjutkan, turunnya kredibilitas para tokoh di PAN sebagai panutan. Kejadian saling melempar kursi ini sekaligus memperlihatkan kepada masyarakat bahwa kredibilitas para tokoh yang ada di PAN masih belum sepenuhnya menjadi rujukan.

Menurutnya, kongres sebagai wadah pengambilan keputusan tertinggi telah dinodai oleh tindakan yang tidak terpuji dengan saling melempar kursi oleh sebagian orang yang ada di sana. Pertanyaan kritis, sambungnya, kenapa itu bisa terjadi? Tentu, orang yang melakukan hal tersebut sudah tidak menghargai kredibilitas para tokoh yang ada di PAN itu sendiri.

“Akan lain halnya, bila salah satu atau beberapa tokoh di PAN masih kredibel di mata mereka, maka kejadian saling melempar kursi tidak akan terjadi,” simpulnya.

Emrus juga menuturkan, kredibilitas tokoh di suatu partai politik sangat ditentukan oleh perilaku keseharian para tokoh tersebut, ketika berelasi dan atau menangani berbagai persoalan di internal partai. Jika para tokoh tersebut, tentu dari perspektif anggota dan atau kader partai, menunjukkan kepemimpinan yang adil, jujur, mengayomi, sabar, dapat dipercaya, menguasai di bidangnya, keimanan yang kuat, integritas yang kukuh, dan menjadi guru politik.

Terlebih para tokoh yang tidak haus kekuasaan, atau yang sudah selesai dengan dirinya, serta mampu mengedepankan kepentingan partai di atas kepentingan faksi-faksi dan kroninya, maka tokoh tersebut dipastikan akan dihargai dan dihormati oleh semua anggota dan atau kader partai.

“Lain halnya bila yang terjadi penilaian yang sebaliknya dari anggota dan atau kader partai terhadap para tokoh di suatu partai, maka salah satu bentuk perilaku dari para pengikutnya melakukan tindakan saling melempar kursi di dalam suatu kongres,” paparnya.

“Jadi, peristiwa yang terjadi dalam Kongres V PAN tersebut tidak hanya evaluasi bagi para pelakunya, tetapi yang sangat penting merupakan introspeksi mendalam bagi para tokoh yang ada di PAN itu sendiri,” tukasnya. (Ris/Hmi)