Sembuh dari Covid-19, Begini Kisah Perjuangan Ketua MUI Kota Tangerang

    FOTO: Ketua MUI Kota Tangerang Edi Junaedi Nawawi

    TANGERANG – Kasus pasien yang sembuh dari Covid-19 di Kota Tangerang telah mencapai 912 orang. Dari ratusan pasien itu terselip satu nama ulama yakni Edi Junaedi Nawawi. Beliau merupakan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tangerang saat ini.

    Edi bercerita tentang kesembuhannya dari ganasnya Covid-19 di usia yang tak lagi muda. Hampir sebulan lamanya, Kyai Edi menjalani isolasi setelah dinyatakan positif Covid-19. Tak mudah memang bagi dirinya melawan infeksi virus mematikan tersebut, mengingat usianya kini genap 83 tahun.

    Terlebih, bapak 9 anak itu memiliki masalah fungsi organ tubuh yakni Ginjal dan Jantung, dimana para lansia merupakan golongan yang rentan. Pada usia lanjut, dokter pun sulit memastikan kesembuhan pasien Covid-19.

    “Saya ada batu ginjal besarnya 2×3 centimeter. Itu kan besar. Saya juga punya penyakit jantung,” ujar Edi di kediamannya di wilayah Kecamatan Karawaci, Kota Tangerang, Selasa (29/9/2020).

    Meski demikian, tokoh ulama Tangerang ini tak menyerah begitu saja. Segenap doa pun tak henti-henti dipanjatkan berharap agar diangkat penyakitnya. Ia tetap berusaha dan berserah diri kepada tuhan yang maha esa.

    “Saya terus berikhtiar,” kata Edi.

    Saat dikunjungi Edi tengah duduk di kursi sembari membaca buku. Fisiknya nampak lemah termakan usia. Namun, semangatnya terlihat layaknya pemuda.

    Pria kelahiran Tangerang, 12 Desember 1937 ini menceritakan awal mula dirinya terinfeksi Covid-19. Diduga dirinya terpapar Covid-19 di rumah sakit lantaran kerap mondar-mandir untuk berobat.

    “Mungkin dari sana. Karena kan saya sempat dirawat juga karena batu ginjal,” katanya.

    Dirinya kemudian mengalami sesak nafas saat terkena air dingin. Sesak nafas itu semakin menjadi-jadi hingga dia dirujuk ke Rumah Sakit Sari Asih Karawaci pada 10 Agustus lalu. Di sana dirinya langsung mendapat penanganan medis.

    Ia mengaku diberi selang oksigen untuk membantu pernafasannya. Karena itu, dokter pun mengindikasi Edi terpapar Covid-19. Sehari setelahnya, Edi di tes usab tenggorokan atau Swab Tes. 2 hari kemudian hasil tes pun keluar, Edi dinyatakan positif Covid-19. Tepatnya pada 13 Agustus, Edi pun dirujuk ke RS Sari Asih Cipondoh untuk menjalani perawatan.

    “Jadi awalnya saya wudhu pake air dingin kemudian saya sesak nafas. Jadi gak boleh kena air dingin. Syarafnya sudah sensitif kata dokter. Berasa seperti bertetangga dengan malaikat maut,” tutur Edi.

    Edi kemudian kembali dirujuk isolasi di salah satu rumah singgah di Modernland pada 25 Agustus. Di sana Edi diisolasi selama 10 hari. Saat dinyatakan sembuh, pada 4 September Edi pun pulang ke rumahnya.

    “Saat saya positif saya gak dikasih tahu. Saya curiga saat dipindahkan ke RS Sari Asih Cipondoh. Karena di sana kan tempat untuk orang positif Covid-19. Tapi tetap tidak ada yang ngasih tahu. Baru saat berada di rumah saya dikasih tau bahwa saya kena Covid-19,” tuturnya.

    Selama berada di ruang isolasi Edi mengaku bosan. Banyak hal yang dibatasi. Bahkan untuk mandi pun dia tidak pernah saat diisolasi lantaran takut sesak nafasnya kambuh.

    “Mandi hanya di elap-elap saja. Wudhu pakai air hangat,” ucapnya.

    Saat ini Edi telah dinyatakan sembuh dan atau berstatus penyintas Covid-19. Namun justeru hal itu membuatnya kini selalu waspada. Tak bosan-bosannya ia memperingatkan masyarakat Kota Tangerang, untuk mematuhi protokol kesehatan agar terhindar dari paparan Covid-19.

    “Minta berdoa dan berdoa ini menyeluruh orang Tangerang terutama di masjid-masjid. Di dalam solat wajib ada doa Qunut Nazilah. Terus kedua, kita menggantungkan diri hanya kepada Allah,” ucapnya.

    Edi pun merasa sedih ketika melihat masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan. Edi menilai tindak tersebut sama saja dengan mendzolimi orang lain, lantaran dapat berpotensi menularkan Covid-19.

    “Segala sesuatu kita minta kepada allah. Jelas ada perkataaan minta menghidar dari mala petaka itu kewajiban kita sebagai islam,” ujarnya penuh haru.

    Padahal, Covid-19 ini telah dinyatakan sebagai pandemi. Artinya penyebaran virus ini sudah global. Salah satu kunci untuk mempercepat penanganan Covid-19 menurutnya adalah Ikhtiar.

    “Yang kita sebut protokol kesehatan pokoknya ada 3 itu masker, jaga jagak dan mencuci tangan itu ikhtiar. Malah benci allah kalau gak patuh protokol kesehatan. Saya suka nangis kalau lihat itu. Ikhtiar itu hukumnya wajib,” lirihnya.

    Sementara anak keempat Edi Junaedi, Sobrum Zamili mengaku pasrah ketika sang ayah dinyatakan positif Covid-19.

    “Karena syaratnya sudah cukup (meninggal) lansia dan punya penyakit bawaan,” katanya. (Hmi)