Serikat Pekerja Pertamina Tolak Ahok, Pengamat: Sarat Agenda Terselubung

    FOTO: Emrus Sihombing, Pengamat Politik

    Ada sisi lain yang menarik disikapi atas penolakan pimpinan serikat pekerja Pertamina terhadap Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang kemungkinan duduk menjadi salah satu petinggi di Pertamina.

    Kalau penolakan kepada Ahok sebagai perbuatan berani, sejatinya serikat pekerja ini mengajak berbagai pihak, utamanya menteri BUMN dan Ahok, berdialog secara terbuka dan langsung, serta diliput live oleh berbagai media massa, dan juga sosial media yang dikemas dalam suatu program “Buka-bukaan Pengelolaan & Sosok Ideal Dirut Permina”.

    Pada wadah dialog buka-bukaan semacam inilah yang harus ditawarkan serikat pekerja Pertamina sekaligus menyampaikan sajian fakta, data, bukti, argumentasi. Dan bila diperlukan disertai dalil yang selama ini terjadi di Pertamina, sehingga sosok Ahok pantas atau tidak memimpin Pertamina. Bukan mewacanakan tolak Ahok yang berpotensi menimbulkan gaduh di ruang publik terkait pengelolaan Pertamina.

    Sebab, gerakan tolak Ahok oleh pimpinan serikat pekerja Pertamina, mengingatkan publik terhadap tindakan yang pernah dilakukan wadah pekerja KPK menolak calon pimpinan mereka.

    Jika serikat pekerja institusi bisnis yang dikelola atas prinsip profesional. Misalnya Pertamina, dengan melakukan gerakan tolak Ahok, itu menjadi tindakan bernuansa politik dan punya agenda politik, yang seharusnya tidak boleh terjadi.

    Yang menarik lagi, alasan penolakan serikat pekerja hanya karena aspek karakter Ahok sebagai mana disampaikan pimpinan serikat pekerja Pertamina yang dimuat di berbagai media masa.

    Pimpinan serikat pekerja ini menilai bahwa Ahok acapkali berkata kasar dan membuat keributan. “Kita tahu perilaku Pak Ahok itu kan kata-katanya kasar, sering bikin keributan,” demikian kutipan dari salah satu media massa.

    Penolakan terhadap Ahok sekaligus bukti inkonsistensi serikat pekerja tersebut. Sebab, organisasi ini tidak pernah terdengar nyaring melakukan penolakan terhadap karakter sosok pimpinan Pertamina yang berurusan dengan tindak pidana korupsi di KPK. Aneh kan. Karena itu, sangat masuk akal bahwa LBP merespon penolakan serikat pekerja Pertamina dengan menyatakan, “Emang siapa dia?”

    Bila disimak sedikit serius saja, penilaian pimpinan serikat pekerja Pertamina ini, selain sangat dangkal karena tidak disertai fakta, data dan bukti yang kuat serta valid, juga hanya melihat dari satu sisi serta sarat subyektivitas dari pimpinan serikat pekerja tersebut.

    Oleh karena itu, banyak kalangan mempertanyakan dan ingin tahu apa hakekat agenda di balik penolakan Ahok yang disampaikan pimpinan serikat pekerja Pertamina tersebut, sehingga berpotensi memunculkan kemungkinan spekulasi persepsi publik bahwa kalau dia benar kenapa harus mengeluarkan pernyataan penolakan. Jangan-jangan ada “bau tak sedap” selama ini ada di sana.

    Selain itu, penolakan ini juga sangat-sangat tidak tegas. Maukah pimpinan serikat pekerja tersebut menyatakan, “kami yang bergabung dalam serikat pekerja menyatakan mundur sebagai pegawai (pekerja) dan bersedia kekayaan kami diaudit secara independen dan ketaatan membayar pajak” bila Ahok menjadi salah satu pimpinan Pertamina.

    Kalau mau lebih tegas lagi, ketika mereka mundur dari Pertamina karena Ahok masuk, pimpinan serikat pekerja harusnya juga menyatakan mereka akan mendirikan komunitas peduli Pertamina untuk bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk dengan Ahok, untuk melakukan buka-bukaan penanganan Pertamina masa lalu dan pengelolaan Pertamina ke depan.

    Jadi, kalau hanya sekedar menolak karena karakter Ahok, tanpa berani bersikap tegas terhadap masalah-masalah lain yang terjadi di Pertamina selama ini serta tidak bersedia mundur dari Pertamina bila Ahok masuk, menurut saya, sarat agenda terselubung.

    Oleh: Emrus Sihombing